Kita tahu sebelumnya bahwa ada beberapa framwork design thinking yaitu Stanford d.school Framework, IDEO Framework, dan Double Diamond Faremwork. Pada dasarnya ketiga framework ini memiliki konsep yang sama. Adapun kerangka kerja design thinking yang sering digunakan adalah Stanford d.school Framework.
Stanford d.school Framework memiliki 5 tahapan secara umum yaitu Emphatize, Define, Ideate, Prototype, dan Test. Semua itu akan kita pelajari satu-persatu berikut ini.
1. Emphatize
Tahap yang pertama adalah Emphatize (Empati). Pada tahap ini kita berusaha untuk memahami lebih dalam pengguna dengan mendengarkan, berinteraksi, dan berempati dengan pengalaman, kebutuhan, dan tantangan yang mereka hadapi. Terdapat tiga langkah yang umum dilakukan pada tahap emphatize, yaitu:
Observe
Yaitu bagaimana pengguna berinteraksi dengan lingkungan mereka. Kemudian tangkap kutipan, perilaku, dan lainnya menjadi catatan yang mencerminkan pengalaman mereka. Perhatikan juga apa yang mereka pikirkan, rasakan, dan butuhkan
Engage
Untuk mendapatkan engagement bisa dengan melakukan wawancara yang dijadwalkan atau dengan membuat ad-hoc. Pastikan anda mempelajari cara mengajukan pertanyaan yang tepat untuk ini.
Immerse
Immerse adalah bagaimana menemukan cara untuk masuk ke dalam pikiran pengguna. Tujuannya adalah untuk memahami kebutuhan pengguna.
Emphatize Tools
Ada banyak alat atau metode yang bisa digunakan untuk melakukan emphatize kepada pengguna diantaranya:
- Assume a beginner’s mindset
- Ask What-How-Why
- Ask the 5 whys
- Empathy map
- Conduct interviews with empathy
- Build empathy with analogies
- Use photo and video user-based studies
- Use personal photo and video journals
- Engage with extreme users
- Story share and capture
- Bodystorm
- Create journey map
2. Define
Yang kedua adalah define yaitu tahap mensintesiskan hasil pengamatan tentang pengguna dari tahap Empati. Definisikan pernyataan masalah yang bermakna dan dapat ditindaklanjuti, yang akan menjadi fokus pemecahan oleh kita.
Membuat deifinisi yang bagus untuk pernyataan masalah mulailah menguraikan temuan empati ke dalam kebutuhan pengguna. Tentukan sudut pandang sehingga menemukan pernyataan masalah bermakna yang dapat ditindaklanjuti.
Define Tools
Sama serpeti emphatize, pada tahap define ada beberapa metode yang bisa digunakan, diantaranya:
- Point of view
- How might be
- Why-How Ladder
- Powers of Ten
3. Ideate
Tahap ketiga adalah tahap menghasilkan alternatif desain atau ide secara radikal. Tujuannya adalah untuk menjelajahi solusi-solusi yang luas dari ide-ide yang muncul. Dari kumpulan ide ini, kita dapat membangun prototipe untuk diuji ke pengguna pada tahap selanjutnya.
How to Ideate?
Ideate sendiri adalah transisi dari mengidentifikasi masalah (Define) ke mengeksplorasi solusi. Ideation dimanfaatkan untuk:
- Memanfaatkan perspektif kolektif dan kekuatan tim.
- Melangkah melampaui solusi yang jelas dan mendorong inovasi.
- Mengungkap area eksplorasi yang tidak terduga.
- Menciptakan kelancaran (volume) dan fleksibilitas (variasi) dalam pilihan inovasi.
Ideate Tools
Untuk melakukan proses ideate, ada beberapa metode yang bisa digunakan yaitu:
- Brainstorm
- Braindump
- Brainwrite
- Brainwalk
- Challenge Assumptions
- SCAMPER
- MINDMAP
- Storyboard
- Analogies
- Provocation
- dan lainnya…
4. Prototipe
Tahap prototipe bisa berupa apa saja yang berbentuk fisik seperti wall of post-it(s), a role-playing activity, dan lainnya. Pada tahap awal, pertahankan prototipe yang simpel untuk belajar dengan cepat dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan Prototipe paling sukses ketika orang (tim desain, pengguna, dan lainnya) dapat merasakan dan berinteraksi dengan mereka. Prototipe adalah cara yang bagus untuk memulai percakapan. Interaksi dengan prototipe mendorong empati yang lebih dalam dan membentuk solusi yang sukses.
Low Fidelity Prototyping
Gunakan model atau contoh dasar dengan beberapa fitur.
Metode low fidelity prototyping diantaranya:
- Storyboarding
- Sketching
- Card sorting
- ‘Wizard of Oz’
Sedangkan, High fidelity prototyping diantaranya:
Lihat dan operasikan lebih dekat ke produk jadi. Misalnya, model plastik 3D dengan bagian yang dapat digerakkan (memungkinkan pengguna memanipulasi dan berinteraksi dengan perangkat dengan cara yang sama seperti desain akhir) memiliki kualitas tinggi dibandingkan dengan, katakanlah, balok kayu. Demikian pula, versi awal sistem perangkat lunak yang dikembangkan menggunakan program desain seperti Sketch atau Adobe Illustrator memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan prototipe kertas.
5. Test
Langkah terakhir adalah tes, yaitu kesempatan untuk mengumpulkan masukan, menyempurnakan solusi, dan terus mempelajari tentang pengguna. Tahap tes atau uji adalah tahap berulang di mana Anda tempatkan prototipe resolusi rendah dalam konteks yang sesuai dengan kehidupan pengguna. Buat prototipe seolah-olah anda tahu anda benar, tetapi ujilah seolah-olah anda tahu anda salah.
Melakukan Pengujian Dengan Pengguna
Dengan melakukan uji coba kepada user. Memungkinkan anda mempelajari tentang solusi yang Anda buat dan juga tentang penggunanya (membangun empati). Caranya adalah sebagai berikut:
- Biarkan pengguna merasakan atau mencoba prototipenya sendiri.
- Tunjukkan jangan beri tahu. Letakkan prototipe kepada pengguna (atau pengguna di dalam prototipe) dan berikan hanya konteks dasar yang mereka perlukan untuk memahami apa yang harus dilakukan.
- Mintalah mereka membicarakan pengalaman atau perasaan mereka. Gunakan petunjuk seperti “Katakan pada saya apa yang anda pikirkan saat melakukan ini.”
- Jangan langsung “mengoreksi” pengguna dan melihat bagaimana mereka menggunakan (dan menyalahgunakan) prototipe.
- Tindak lanjuti dengan pertanyaan. Ini sering kali merupakan bagian yang paling berharga untuk mendapatkan saran pengguna.
One reply on “5 Tahapan Design Thinking”
[…] artikel sebelumnya [5 Tahapan Design Thinking], anda dikenalkan banyak metode emphatize yang dapat […]